Aksi Nyata Modul 1.4. Berbagi Pengalaman

Abah Jack
0

 Mengubah Paradigma Menggugah Jiwa

( Aksi Nyata Modul 1.4. Berbagi Pengalaman Tentang Penindakan Kedisiplinan yang Berpihak pada Murid )

Oleh Joko Susilo, S.Pd.I.

Calon Guru Penggerak Angkatan 5 Kabupaten Kudus Tahun 2022


 “Maksud Pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat”

( Ki Hajar Dewantara ; Lampiran 1 Dasar-dasar Pendidikan Modul 1.1. Filosofi Pendidikan)


    Menurut Ki Hajar Dewantara (KHD) maksud tujuan Pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Berpijak dari sini sebetulnya kita mengambil simpulan bahwa Pendidikan itu seharusnya yang bisa membawa kebahagiaan dan keselamatan bagi anak. Sehingga konsekuensinya semua proses pendidikan yang dilalui anak tentunya harus juga berpijak pada kebahahagiaan anak. 

 

    Salah satu tindakan yang sering dilakukan oleh guru dan membekas pada murid adalah pemberian hukuman atas pelanggaran tata tertib yang dilakukan oleh murid. Seringnya guru memberikan hukuman secara langsung sebagaimana yang tertulis dalam tata tertib sekolah tanpa meminta penjelasan secara logis atas tindakan yang dilakukan oleh murid. Belum lagi jika dibumbui emosi yang berlebih pada guru saat melakukan tindakan pada murid. Hal ini tentu akan membekas ingatan yang tidak baik pada diri murid.


    Pemahaman yang umum seperti itu sebetulnya juga pernah saya lakukan sebagai seorang guru. Melakukan tindakan pada murid secara tekstual yang tertera pada tata tertib sekolah yang ada. Efek sesaat mungkin murid akan menjalankan hukuman dengan dan terlihat mengikuti tata tertib yang ada. Tetapi jika itu tidak berangkat dari kesadaran jiwa tentu tidak akan berefek panjang pada kesadaran murid bahwa ia tidak melakukan tindakan yang sesuai dengan tata tertib. Jika tidak berangkat dari kesadaran jiwa tentu membuka peluang pada masa berikutnya untuk mengulangi tindakan yang sama.  


    Paradigma terhadap pemberian hukuman kepada murid atas tindakan yang tidak sesuai dengantata tertib seperti di atas sudah saatnya untuk diubah. Masih ada jalan lain yang bisa dilakukan oleh guru untuk mendisiplinkan murid tanpa meninggalkan bekas yang tidak baik dalam jiwa murid. Salah satunya adalah dengan Restitusi.


    Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004).


    Diantara ciri-ciri restitusi adalah sebagai berikut : a). Restitusi bukan untuk menebus kesalahan tetapi untuk belajar dari kesalahan b). Restitusi adalah tawaran bukan paksaan. c). Restitusi menuntut untuk melihat ke dalam diri. d).  Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan d). Restitusi diri adalah cara yang paling baik. e). Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan. f). Restitusi menguatkan g). Restitusi fokus pada solusi. (Modul 1.4)


    Beranjak dari pemahaman tersebut saya kemudian mengimplementasikan dalam Aksi Nyata. Ketika menemukan murid yang tidak memakai seragam lengkap, saya kemudian memanggilnya. Sesuai dengan alur segitiga restitusi yakni validasi tindakan yang salah, menstabilkan identitas, dan menanyakan keyakinan. Pertama untuk memvalidasi tindakan yang salah. Saya menanyakan alasan murid tersebut tidak memakai seragam yang lengkap. Sang murid menjawab bahwa atributnya hilang sudah beberapa hari.


    Saya melanjutkan mengapa belum membeli yang baru. Dia menjawa lupa. Saya menjelaskan bahwa apa yang telah dia lakukan dengan tidak memakai seragam lengkap tidak sesuai dengan peraturan sekolah. Dia tertunduk dan mengiyakan.


    Langkah berikutnya adalah menstabilkan identitas. Setelah mendengar dia mengiyakan bahwa apa yang ia lakukan salah saya kemudian mengatakan bahwa  kejadian lupa merupakan manusiawi. Sesuatu yang wajar bagi manusia termasuk sang anak. Itu tidak menjadi masalah yang penting ia menyadari bahwa apa yang dilakukan itu tidak sesuai dengan peraturan sekolah. Langkah berikutnya adalah menanyakan keyakinan. Jika sudah terlanjr melakukan pelanggaran terhadap tata tertib  sekolah dengan tidak memakai seragam lengkap kemudian apa yang seharusnya dia lakukan. Dia menjawab akan membeli atribut baru di koperasi. Saya memastikan lagi apakah ada kesulitan keuangan sehingga terlambat membeli atribut. Dia menjawab tidak ada hanya karena lupa saja. Sang murid menyekapati pekan berikutnya sudah bisa melengkapi seragam.


    Tidak ada tekanan. Tidak ada hukuman. Tidak ada ada emosi. Saya mengingatkan dengan paradigma baru yakni pemahaman tentang mendisiplinkan murid dengan restitusi. Sementara murid bisa menerimanya dengan hati terbuka. Murid tidak menerima hukuman yang bisa menjadi menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan. Di sisi lain murid juga bisa menerima konsekuensi yang seharusnya ia lakukan. Mari, mencoba paradigma baru untuk menggugah jiwa murid-murid kita.

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)